THAHARAH
Thaharah
menurut arti bahasa adalah pembersihan dari segala kotoran, baik yang tampak
maupun yang tidak tampak. Adapun arti Thaharah secara syariat adalah meniadakan
atau membersihkan hadats dengan air atau debu yang bisa dipakai untuk menyucikan.
Selain itu bermakna juga, usaha untuk
menghilangkan najis dan kotoran.
Disini
bisa diambil pengertian akhir bahwa Thaharah adalah melenyapkan sesuatu yang
ada di tubuh yang menjadi hambatan bagi pelaksanaan shalat dan ibadah lainnya.
PEMBAGIAN
1.Hakiki
yaitu hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
yaitu hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang
yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak
sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidak sucian secara hakiki. Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan
najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan
ibadah ritual.
Caranya
bermacam-macam tergantung level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup
dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis
itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila
najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air biasa,
hingga hilang warna, bau dan rasanya.
2.Hukmi
Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang
yang tertidur batal wudhu’-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang
menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu’ bila ingin
melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan
lainnya. Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah
mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia
tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi
janabah.
Jadi thaharah hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu’ atau mandi janabah atau tayammum jika tdk ada air.
Jadi thaharah hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu’ atau mandi janabah atau tayammum jika tdk ada air.
PEMBAGIAN AIR
1. Air Mutlak - Air yang tidak bercampur dengan benda lain dan belum digunakan untuk
bersuci dan mengangkat hadas. Seperti; Air hujan, Air embun, Air laut., Air sungai, Air perigi, Air mata air, Air Salju.
2. Air Musta'mal - Air yang telah
digunakan untuk basuhan pertama bagi mengangkat hadas besar atau hadas kecil.
3. Air Mutaghayyir (Air Muqayyid) - Air
yang suci bercampur dengan benda suci yang dapat mengubah air itu.Hukumnya, suci tetapi tidak boleh menyucikan benda
yang lain. contoh: Air kopi, air teh, air sirap , air kelapa,
air mawar, air tebu dan sebagainya.
4. Air Mutanajjis - Air yang sudah
bercampur dengan benda-benda najis. Hukumnya: Haram digunakan untuk memasak makanan , minuman dan bersuci.
contohnya air yang bercampur tahi atau bangkai.
5. Air Musyammas - Air mutlak yang
terjemur panas matahari di dalam bekas logam yang dapat berkarat. Hukumnya; Makruh digunakan ketika air itu masih panas untuk anggota badan, minuman dan makanan. Tidak markuh digunakan untuk membasuh pakaian atau
barang-barang lain.
Najis, adalah suatu benda kotor yang menyebabkan seseorang
tidak suci.
·
Najis Mukhoffafah (ringan), seperti air kencing bayi laki-laki yang berusia kurang dari 2 tahun
dan belum makan apa-apa selain ASI. Cara mensucikannya najisnya cukup dengan
memerciki air pada tempat yang terkena najis.
·
Najis Mutawasithoh (sedang), seperti: tinja/kotoran manusia/hewan, darah, nanah,
bangkai. Cara mensucikannya yaitu dibasuh/dicuci dengan air sampai hilang wujud,
bau, warna, maupun rasanya.
·
Najis Mugholazah (berat), seperti air liur, kotoran anjing dan babi yang mengenai badan, pakaian,
atau tempat. Cara mensucikannya yaitu dicuci sampai tujuh kali dengan air dan
salah satu di antaranya dicampur dengan tanah/debu yang suci.
Hadats, adalah suatu kondisi di mana seseorang dalam keadaan
tidak suci menurut ketentuan syara’.
·
Hadats Kecil, yaitu keadaan tidak suci menurut ketentuan syara disebabkan keluarnya
sesuatu (selain sperma, darah haid, dan nifas) dari qubul (kemaluan) dan dubur
(anus) seperti: setelah buang angina, buang air kecil atau besar. Juga, apabila
hilang akal, dan tidur nyenyak. Cara mensucikannya dengan wudlu/tayammum.
·
Hadats Besar, yaitu keadaan tidak suci menurut ketentuan syara disebabkan keluarnya
sperma, darah haid, dan nifas. Cara mensucikannya yaitu dengan mandi
wajib/tayammum.
Wudlu, adalah membasuh anggota badan tertentu dengan
menggunakan air disertai niat untuk menghilangkan hadats kecil apabila hendak
melaksanakan ibadah shalat.
Kaifiyyat/tata
cara berwudlu:
1) Berniat lillahi ta’ala;
2) Mencuci kedua telapak tangan sambil membaca basmallah;
3) Kumur-kumur;
4) Istimsyaq dan istimtsar (membersihkan rongga hidung);
5) Membasuh muka;
6) Membasuh kedua tangan sampai siku;
7) Mengusap kepala;
8) Membasuh kedua telinga;
9) Membasuh kedua kaki sampai mata kaki;
10) Berdo’a.
Tayammum, adalah
menyapukan/mengusapkan debu atau tanah ke wajah dan kedua tangan sebagai
pengganti wudlu atau mandi besar/wajib sebelum shalat.
Kaifiyyat/tata
cara tayammum:
1) Berniat lillahi ta’ala;
2) Meletakkan kedua tangan di tempat yang berdebu sambil
membaca basmallah;
3) Menyapu wajah dengan debu;
4) Menyapu kedua tangan sampai siku;
5) Berdo’a.
Mandi Wajib Yaitu maandi yang dilakukan apabila seseorang dalam keadaan berhadats
besar.
Kaifiyyat/tata
caranya:
1) Berniat lillahi ta’ala;
2) Mencuci kedua telapak tangan sambil membaca basmallah;
3) Mencuci kemaluan dengan tangan kiri;
4) Berwudlu;
5) Menyela-nyela jemari tangan dan menuangkan air ke atas
kepala sebanyak 3 kali;
6) Meratakan air ke seluruh tubuh/mandi;
7) Membasuh kedua kaki;
8) Berdo’a.
0 komentar:
Posting Komentar