URGENSI UNSUR KESALAHAN DALAM HUKUM PIDANA

URGENSI UNSUR KESALAHAN DALAM HUKUM PIDANA
 Unsur kesalahan dalam hukum pidana demikian pentingnya sehingga ada adagium yang terkenal yaitu “Tiada pidana tanpa kesalahan”, yang dalam bahasa Belanda, “Geen Straf  Zonder Schuld” dan dalam bahasa Jerman,”Keine Strafe ohne Schuld” yang akan dibicarakan lebih mendalam dibelakang. Idema mengatakan, masalah kealahan merupakan jantung hukum pidana. Sauer juga mengatakan, trias hukum pidana atau masalah pokok hukum pidana adalah:
1.      Perbuatan melawan hukum
2.      Kesalahan
3.      Pidana
 Barangkali masih diingat  juga adagium “actus non Facit reum, nisi mens sit rea”, artinya perbuatan tidak membuat orang bersalah kecuali jika terdapat sikap batin yangs salah. Jadi batin yang salah atau guilty mind atau mens rea inilah kesalahan yang merupakan sifat subjektif dari tindak pidana, karena berada dalam diri sipelaku.
 Oleh karena kesalahan merupakan unsur yang bersifat subjektif dari tindak pidana, maka kesalahan juga memiliki dua segi, yaitu segi psikologi dan segi Yuridis. Ditinjau dari segi psikologis kesalahan itu harus dicari didalam bathin pelaku, yaitu adanya hubungan bathin dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga ia dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya. Seorang gila yang melakukan perbuatan melawan hukum barangkali dapat dikatakan tidak memiliki hubungan bathin antara dirinya dengan perbuatan yang dilakukan, sebab ia tidak menyadari akibat dari perbuatan itu.
 Untuk mengetahui sikap bathin seseorang yang melakukan tindak pidana yaitu dengan acara menggeserkan kesalahan dalam pengertian psikologi menjadi kesalahan yang normative, artinya menurut ukuran yang biasa dipakai masyarakat, dipakai ukuran dari luar untuk menetapkan ada tidaknya hubungan bathin anatara pelaku dengan perbuatannya. Sudarto  mengajukan, secara ekstrem bahwa “Kesalahan seorang pelaku tidak mungkin dapat dicari didalam kepala sipelaku sendiri, melainkan didalam pada apa yang didengar, dilihat, dan kemudian disimpulkan didalam persidangan.
 Selanjutnya Sudarto menyatakan, disini berlaku asas tiada pidana tanpa kesalahan, kesalahan yang dimaksud adalah keadaan jiwa seseorang yang melakukan perbuatan dan perbuatan yang dilakukan itu sedemikian rupa sehingga orang itu dapat dicela.
1.      Pandangan Ahli tentang konsep Kesalahan
 Kesalahan menurut beberapa ahli hukum pidana, terdapat beberapa pandangan, yaitu:
·         Metzger :
 Menurutnya “ Kesalahan” adalah keseluruhan syarat yang member dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap pelaku hukum pidana.
·         Simons :
 Menurutnya kesalahan adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hungga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. Berdasarkan pendapat ini dapat disimpulkan adanya dua hal disamping melakukan tindak pidana, yaitu;
a.       Keadaan psikis
b.  Hubungan tertentu antara keadaan psikis dengan perbuatan yang dilakukan hingga menimbulkan celaan.
·         Pompe
 Menurutnya kesalahan dapat dilihat dari dua sudut, yaitu:
1.      Dari akibatnya : Kesalahan adalah hal yang dapat dicela
2.      Dari  hakikatnya : Kesalahan adalah hal tidak dihindarinya perbuatan melawan hukum. 
·         Van Hamel :
       Menurutnya kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya.
·         Moeljatno :
 Menurutnya orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu mengapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat, padahal mampu mengetahui makna (jelek) perbuatan tersebut. Dan karenanya dapat  dan bahkan harus menghindari untuk berbuat demikian. Tentunya perbuatan tersebut memang sengaja dilakukan, dan celaannya berupa: mengapa melakukan perbuatan, sedangkan dia mengerti bahwa perbuatan itu merugikan masyarakat. Kecuali itu, orang dapat dicela karena melakukan perbuatan pidana, meskipun tak sengaja, tetapi dengan alpa atau lalai terhadap kewajiban yang oleh masyarakat dipandang seharusnya (sepatutnya) dijalankan olehnya.
     Seseorang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhkan pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. Tetapi meskipun melakukan perbuatan pidana tidak selalu dapat dipidana.
 Disini Moeljatno, yang berpendirian dualistis mengenai tindak pidana, berbicara tentang adanya orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena sesuatu hal misalnya orang gila, orang yang dalam keadaan terpaksa karena keadaan yang tidak mungkin disingkiri.
 Moeljatno juga mengatakan bahwa celaan dari masyarakat saja tidaklah cukup, celaan itu harus berkaitan dengan perundang-undangan pidana.
 Dengan demikian, kesalahan merupakan penilaian atas perbuatan seseorang yang bersifat melawan hukum. Sehingga akibat perbuatannya tersebut dapat dicela. Yang menjadi dasar ukuran pencelaan atas perrbuatannya bukan terletak dari dalam diri pelaku, tetapi dari luar pelaku, yaitu mesyarakat maupun aturan hukum pidana. Pada tingkat akhir hakimlah yang memberikan penilaian atas kesalahan pelaku.
·         Jonkers:
 Didalam keterangan tentang Shculd begrip membuat pembagian atas tiga bagian dalam pengertian kesalahan, yaitu:
1.      Selain kesengajaan atau kealpaan (Opzet of Schuld)
2.      Meliputi juga sifat melawan hukumm (de wederrechtelijk heid)
3.      Kemampuan bertanggungjawab (de toerekenbaarheid).

2.      Menentukan Kesalahan
Moeljatno mengatakan, celaan masyarakat terhadap kesalahan saja tidaklah cukup. Celaan itu harus berkaitan dengan perundang-undangan pidana. Misalnya : ada seorang anak kecil bermain dengan korek api didekat rumah tetangganya, lalu menyalakan menyalakan dinding rumah tersebut sehingga menimbulkan kebakaran (Pasal 187 KUHP) Bagaimanapun juga bahwa anak itulah yang membakar rumah tersebut, setidaknya karena perbuatan anak itu rumah tersebut terbakar (Pasal 188 Ayat (1)), tetapi tidak ada seorangpun yang mengajukan dia kemuka hakim pidana untuk  dipertanggungjawabkan perbuatannya.
 Sudarto dalam bukunya hukum dan hukum pidana antara lain menulis, didalam pemberian pidana aliran klasik menghendaki hukum yang sistematis dan menitikberatkan kepada kepastian hukum. Artinya pandangan indeterministis ini menitikberatkan kepada perbuatan dan tidak kepada yang melakukan tindak pidana. Dengan kata lain adalah pertanggungjawaban pidana atau kesalahan.
 Aliran klasik disebut juga Tatstrafrecht (Hukum pidana dengan melihat kepada perbuatan), dan aliran neo-klasik karena pengaruh aliran modern menyebutkan dengan Schuldstraafrecht menuju pada taterstrafrecht yaitu hukum pidana yang memperhatikan pelakunya. Anak sekarang dapat dikatakan berada didalam tahap tat-taterstrafrecht artinya, kecuali memperhatikan perbuatannya, juga tidak dilupakan pelakunya.
3.      Unsur-unsur Kesalahan
 Berkaitan dengan kesalahan yang bersifat psikologis dan normative diatas, serta unsure-unsur tindak pidana dan pendapat para pakar mengenai kesalahan, dapat disimpulkan bahwa kesalahan memiliki beberapa unsure :
1.      Adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipelaku, dalam arti jiwa sipelaku dalam keadaan sehat dan normal.
2.      Adanya hubungan bathin antara sipelaku dengan perbuatannya baik yang disengaja (dolus) maupun karena kealpaan (culpa).
3.      Tidak adanya alasan pelaku yang dapat menghapus kesalahan.
Kesimpulan
 Unsur kesalahan dalam hukum pidana demikian pentingnya sehingga ada adagium yang terkenal yaitu “Tiada pidana tanpa kesalahan”, yang dalam bahasa Belanda, “Geen Straf  Zonder Schuld” dan dalam bahasa Jerman,”Keine Strafe ohne Schuld”. Kesalahan menurut beberapa ahli hukum pidana, terdapat beberapa pandangan salah-satunya yang dikemukakan oleh Simons bahwa Menurutnya kesalahan adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hi ngga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. Berdasarkan pendapat ini dapat disimpulkan adanya dua hal disamping melakukan tindak pidana, yaitu;
a.       Keadaan psikis
b. Hubungan tertentu antara keadaan psikis dengan perbuatan yang dilakukan hingga menimbulkan celaan.
  kesalahan merupakan penilaian atas perbuatan seseorang yang bersifat melawan hukum. Sehingga akibat perbuatannya tersebut dapat dicela. Yang menjadi dasar ukuran pencelaan atas perrbuatannya bukan terletak dari dalam diri pelaku, tetapi dari luar pelaku, yaitu mesyarakat maupun aturan hukum pidana. Pada tingkat akhir hakimlah yang memberikan penilaian atas kesalahan pelaku.
   Pendapat para pakar mengenai kesalahan diatas dapat disimpulkan bahwa kesalahan memiliki beberapa unsure :
1.  Adanya kemampuan bertanggungjawab pada sipelaku, dalam arti jiwa sipelaku dalam keadaan sehat dan normal.
2.     Adanya hubungan bathin antara sipelaku dengan perbuatannya baik yang disengaja (dolus) maupun karena kealpaan (culpa).
3.      Tidak adanya alasan pelaku yang dapat menghapus kesalahan.

   Untuk menentukan kesalahan celaan dari masyarakat terhadap kesalahan pelaku saja tidaklah cukup. Celaan itu harus berkaitan dengan perundang-undangan pidana.