Aceh dulu sebuah
negeri jaya dan megah yang pernah menjdi salah-satu kerajaan terbesar di Asia
Tenggara selama 407 (1496-1903) tahun, dengan menyandang nama “ Kerajaan Aceh Darussalam”
Aceh negeri tanpa sultan selama 42 tahun (1903-1945), Negeri yang tak pernah
berhenti berperang hingga dalam satu kisah konon rakyatnya dari 10 juta tersisa
3 juta jiwa, woowww .... Aceh kini hanya sebuah daerah yang telah bernaung
selaa 66 tahun (1945-2011) dalam NKRI sebagai sala-satu Provinsi.
Hikayat Prang Sabi adalah sebuah hikayat yang
diciptakan atau dikarang oleh Tgk Chik Pante Kulu yang merupakan sebuah syair
kepahlawanan yang membentuk suatu irama dan nada yang sangat heroik yang
membangkitkan semangat para pejuang Aceh dari zaman penjajahan portugis sampai
zaman penjajahan Belanda.
Hikayat
Prang Sabi adalah salah satu inspirator besar dalam menentukan perjuangan
rakyat Aceh. Memang sejak dulu bangsa Aceh sangat akrab dengan syair-syair
perjuangan Islam, sajak-sajak akan sebuah hakikat keadilan. Hikayat ini selalu
diperdengarkan ke setiap telinga anak-anak aceh, laki-laki, perempuan, tua
muda, besar kecil dari zaman ke zaman dalam sejarah Aceh Sepanjang Abad.
Kalau kita
belajar dari sejarah, maka Aceh lah negeri yang paling ditakuti oleh Portugis
dan sulit untuk ditaklukkan oleh Belanda sejak tahun 1873 serta Jepang. Beribu
macam taktik perang yang digunakan oleh para penjajah tetapi tidak dapat
menguasai Aceh yang unggul dengan taktik perang gerilyanya. Sejarah mencatat
bahwa perang kolonial di Aceh adalah yang paling alot, paling lama, dan paling
banyak memakan biaya perang dan korban jiwa penjajah.Pengaruh hikayat
perang sabil hasil karangannya, telah mampu membangkitkan semangat jihad siapa
saja yang membaca ataupun mendengarnya untuk terjun ke medan perang melawan
penjajahan Belanda ketika itu. Sehingga Zentgraf dalam bukunya “Aceh” (1983)
menulis banyak pemuda yang memantapkan langkahnya ke medan perang Aceh melawan
Belanda karena pengaruh buku hikayat perang sabil yang sengaja ditulis seorang
ulama besar Aceh bernama Tgk. Muhammad Pante Kulu.
Menurut
Zentgraf, hikayat perang sabil karangan ulama Pante Kulu telah menjadi momok
yang sangat ditakuti oleh Belanda, sehingga siapa saja yang diketahui
menyimpan-apalagi membaca hikayat perang sabil itu mereka akan mendapatkan
hukuman dari pemerintah Hindia Belanda dengan membuangnya ke Papua atau Nusa
Kembangan. Sarjana Belanda ini menyimpulkan, bahwa belum pernah ada karya
sastra di dunia yang mampu membakar emosional manusia untuk rela berperang dan
siap mati, kecuali hikayat perang sabil karya Pante Kulu dari Aceh. Kalau pun
ada karya sastrawan Perancis La Marseillaise dalam masa Revolusi Perancis, dan
karya Common Sense dalam masa perang kemerdekaan Amerika, namun kedua karya
sastra itu tidak sebesar pengaruh hikayat perang sabil yang dihasilkan Muhammad
Pante Kulu.
Itu sebabnya,
Ali Hasjmy menilai bahwa hikayat perang sabil yang ditulis Tgk. Chik Pante Kulu
telah berhasil menjadi karya sastra puisi terbesar di dunia. Menurut Hasjmy,
pengaruh syair hikayat perang sabil sama halnya dengan pengaruh syair-syair
perang yang ditulis oleh Hasan bin Sabit dalam mengobarkan semangat jihad umat
Islam di zaman Rasulullah. Atau paling tidak, hikayat perang sabil karya Chik
Pante Kulu dapat disamakan dengan illias dan Odyssea dalam kesusastraan epos
karya pujangga Homerus di zaman “Epic Era” Yunany sekitar tahun 700-900 sebelum
Mesehi.
Mengapa hikayat
perang sabil begitu berpengaruh dalam membangkitkan semangat jihat perang orang
Aceh melawan Belanda. Menurut telaahan, hikayat perang sabil yang ditulis Chik
Pente Kulu ini terdiri dari empat bagian (cerita). Pertama, mengisahkan tentang
Ainul Mardhiah, sosok bidadari dari syurga yang menanti jodohnya orang-orang
syahid yang berperang di jalan Allah. Kedua, mengisahkan pahala syahid bagi
orang-orang yang tewas dalam perang sabil. Ketiga, mengisahkan tentang Said
Salamy, seorang Habsi berkulit hitam dan buruk rupa. Keempat, menceritakan
tentang kisah Muda Belia yang sangat mempengaruhi jiwa para pemuda untuk
berjihat di medan perang melawan kezaliman penjajahan Belanda.
Ada dua Versi
pendapat tentang Tgk. Chik Pente Kulu dalam mengarang hikayat perang sabil ini.
Sebagian mengatakan, hikayat perang sabil ini dikarang Chik Pante Kulu ketika
beliau dalam perjalanan pulang dari Mekkah ke Aceh. Berarti hikayat perang
sabil ditulis Chik Pante Kulu di atas kapal selama dalam pelayarannya dari Arab
ke Aceh. Pendapat lain mengatakan, hikayat perang sabil ini ditulis Chik Pante
Kulu adalah atas suruhan Tgk. Chik Abdul Wahab Tanoh Abee yang lebih dikenal
Tgk. Chik Tanoh Abee.
Karena, pada
waktu Tgk. Muhammad Saman Ditiro meminta izin pada Tgk. Chik Tanoh Abee untuk
berperang melawan Belanda. Maka saat itu Tgk. Chik Tanoh Abee menanyakan pada
Tgk. Chik Ditiro: “Soe yang muprang dan soe yang taprang?”. Chik Ditiro
menjawab: “Yang muprang Muhammad Saman, yang taprang kafe Belanda”. Menurut
hikayat marga tanoh abee, sekiranya waktu itu Chik Ditiro menjawab, yang
muprang ureung Islam, yang taprang Belanda. Kemungkinan Tgk. Chik Tanoh Abee
tidak merestui Chik Ditiro untuk berperang, karena kalau orang Islam yang
berperang, karena di kalangan orang Islam sendiri masih banyak yang harus
diperangi, yaitu orang-orang yang bukan Islam sejati.
Tetapi karena
jawaban Tgk. Chik Ditiro: yang muprang Muhammad Saman dan yang taprang kafe
Belanda, maka Tgk. Chik Tanoh Abee merestui Tgk. Chik Ditiro menggerakkan
peperangan untuk melawan Belanda. Dalam mendukung gerakan perang ini Tgk. Chik
Tanoh Abee mengarang khusus hikayat perang sabil dalam bahasa Arab untuk
pimpinan-pimpinan perang. Sedangkan untuk lasykar perang hikayat perang
sabilnya dikarang oleh Tgk. Chik Pante Kulu dalam huruf Jawi berhasa Aceh, yang
kemudian hikayat perang sabil karangan Tgk. Chik Pante Kulu ini membawa pengaruh
luar biasa dalam membangkitkan semangat jihad lasykar Aceh berperang melawan
Belanda.
Salah satu
bagian paling penting dari Hikayat Prang Sabi adalah pendahuluan atau
mukadimah. Bagian yang juga berbentuk syair ini menunjukkan secara jelas tujuan
ditulisnya Hikayat Prang Sabi, dalam hubungannya dengan perang melawan Belanda.
Setelah diawali dengan puji-pujian kepada Allah pencipta semesta alam,
syair-syair pada mukadimah berlanjut pada seruan untuk perang Sabil. Juga
disebutkan satu pahala yang dapat diperoleh bagi mereka yang berjihad dalam
perang Sabil (jalan Allah-Red). Salah satu pahala yang akan diterima mereka
yang mati syahid dalam perang tersebut adalah akan bertemu dengan dara-dara
dari surga ( Bidadari ).
HIKAYAT PRANG
SABI
Salam alaikom
walaikom teungku meutuah
Katrok
neulangkah neulangkah neuwo bak kamoe
Amanah nabi...ya
nabi hana meu ubah-meu ubah
Syuruga
indah...ya Allah pahala prang sabi....
Ureueng syahid
la syahid bek ta khun matee
Beuthat beutan
lee...ya Allah nyawoung lam badan
Ban saree
keunueng la keunueng senjata kafee la kafee
Keunan
datang...ya Allah pemuda seudang...
Djimat kipah la
kipah saboh bak jaroe
Jipreh judo woe
ya Allah dalam prang sabi
Gugor
disinan-disinan neuba u dalam-u dalam
Neupuduk sajan
ya Allah ateuh kurusi...
Ija puteh la
puteh geusampoh darah
Ija mirah...ya
Allah geusampoh gaki
Rupa geuh puteh
la puteh sang sang buleuen trang di awan
Wat
tapandang...ya Allah seunang lam hatee...
Darah nyang
ha-nyi nyang ha-nyi gadoh di badan
Geuganto le
tuhan...ya Allah deungan kasturi
Di kamoe Aceh la
Aceh darah peujuang-peujuang
Neubi beu
mayang...ya Allah Aceh mulia...
Subhanallah
wahdahu wabi hamdihi
Khalikul badri
wa laili adza wa jalla
Ulon peujoe Poe
sidroe Poe syukoe keu rabbi ya aini
Keu kamoe neubri
beu suci Aceh mulia...
Tajak prang
meusoh beureuntoh dum sitre nabi
Yang meu ungkhi
ke rabbi keu poe yang esa
Soe nyang hantem
prang chit malang ceulaka tubuh rugoe roh
Syuruga tan roeh
rugoe roh bala neuraka...
Soe-soe nyang
tem prang cit meunang meutuwah teuboh
Syuruga that
roeh nyang leusoeh neubri keugata
Lindong gata
sigala nyang muhajidin mursalin
Jeut-jeut mukim
ikeulim Aceh mulia...
Nyang meubahagia
seujahtera syahid dalam prang
Allah peulang
dendayang budiadari
Oeh
kasiwa-sirawa syahid dalam prang dan seunang
Dji peurap
rijang peutamông syuruga tinggi...
Budiyadari
meuriti di dong dji pandang
Di cut abang jak
meucang dalam prang sabi
Oh ka judo
teungku syahid dalam prang dan seunang
Dji peurap
rijang peutamong syuruga tinggi...
Tidak mengherankan, Sehingga kemudian penyair Taufik
Ismail mengabadikan kehebatan hikayat perang sabil karya Tgk. Chik Pante Kulu
ini dalam sebuah syair panjangnya berjudul : “Teringat Hamba Pada Syuhada Kita
Dihari Kemerdekaan, Musim Haji 1406 H”. Taufik bersyair:…
Nampakkah olehmu
puisi itu?
Diserahkan
kepada Teungku Chik Ditiro
Di sebuah desa
di dekat Sigli
Dan puisi itu
berubah menjadi sejuta Rencong...
Terdengarkah
olehmu?
Merdunya Al
Furqan dinyanyikan
Kemudian puisi
perang sabi dibacakan
Yang mendidih
darah memanggang udara
Menjelang setiap
pasukan terlibat pertempuran
Mengibarkan
Panji fi-sabilillah…
Hamba menulis
puisi juga
Tapi betapa
kurus puisi hamba
Kurang sikap
ikhlas hamba
Banyak ria dan
ingin tepuk tangan...
Apalah artinya
dibandingkan puisi Perang sabi Muhammad Pante Kulu ...
Allah, berkahi
penyair abad sembilan belas ini
Beri dia firdaus
seluas langit bumi…
Begitu
hebatnya Tgk. Chik Pante Kulu di mata penyair Taufik Ismail. Sampai-sampai
Taufik menilai puisi-puisi yang ditulisnya selama ini belum memiliki arti apa-apa
dibandingkan kebesaran syair hikayat perang sabil yang ditulis Tgk. Chik Pante
Kulu. Ulama dan pujanggawan kelahiran 1836 M di Desa Pante Kulu, Kemukiman
Titeue, Kota Bakti, Pidie ini, telah lama meninggalkan kita. Namun hikayat
perang sabil yang ditinggalkan tetap hidup di jiwa orang yang memang Aceh
sebagai hasil karya sastra terbesar yang diakui dunia pada zamannya.